Senin, 28 Desember 2009

TEORI MENARIK DIRI

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Gangguan Interaksi Sosial
1. Pengertian
Ada beberapa pendapat tentang pengertian gangguan interaksi sosial sebagai berikut :
a. Gangguan interaksi sosial adalah seseorang berpartisipasi dalam kuantitas yang tidak cukup atau berlebihan atau kualitas tidak efektif dari pertukaran sosial (Ma Ja Kim, dkk, 1998, hal : 226).
b. Perilaku menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain (Rawlins, 1993, dalam Keliat, 1998).
c. Gangguan hubungan sosial adalah ketidakmampuan individu terhadap perubahan lingkungan dan sekaligus ketidakmampuan individu untuk melakukan atau mengembangkan hubungan interpersonal yang positif (Sundeen, 1987).
2. Rentang Respon
Menurut Stuart dan Sundeen (1998, hal : 346), respon sosial individu berada dalam rentang adaptif sampai mal adaptif.



Rentang Respon Sosial
Respon adaptif Respon maladaptif


Solitude/Menyendiri Kesepian Manipulasi
Otonomi Menarik diri Impulsif
Kebersamaan Ketergantungan
Narkisisme
Saling ketergantungan

a. Respon adaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah yang masih dapat diterima atau norma-norma sosial budaya yang masih umum yang berlaku dengan kata lain individu tersebut masih dalam batas-batas norma dalam menyelesaikan masalahnya. Respon ini meliputi :
1) Menyendiri/solitude merupakan respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang telah dilakukan di lingkungan sosialnya serta mengevaluasi diri untuk menentukan langkah-langkah selanjutnya.
2) Otonomi merupakan kemampuan individu yang menentukan dan menyampaikan ide, pikiran, perasaan dalam hubungan sosial.
3) Kebersamaan merupakan suatu kondisi dalam hubungan interpersonal dimana individu mampu saling memberi dan saling menerima.
4) Narkisisme pada diri individu terdapat harga diri yang rapuh, secara terus menerus ingin mendapatkan penghargaan dan pujaan, sikap egosentris, marah jika orang lain tidak mendukungnya.
5) Saling ketergantungan merupakan suatu hubungan saling tergantung antar individu dengan orang lain dalam rangka membina hubungan interpersonal.
b. Respon mal adaptif adalah respon individu dalam penyelesaian masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial, budaya, serta lingkungannya, respon mal adaptif yang sering ditemukan adalah :
1) Manipulasi
Pada kerusakan hubungan sosial jenis ini orang lain diperlakukan sebagai obyek, hubungan terpusat dalam masalah pengendalian orang lain dan individu cenderung berorientasi pada diri sendiri dan bukan kepada orang lain.
2) Impulsif
Individu impulsif tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar dari pengalaman serta tidak dapat diandalkan.

3. Psikodinamika
a. Etiologi
Menurut Mary C. Townsend (1998, hal : 192), kemungkinan penyebab kerusakan interaksi sosial adalah :
1) Regresi perkembangan.
2) Kerusakan proses pikir.
3) Takut akan penolakan atau kegagalan dalam berorientasi.
4) Proses berduka yang belum terselesaikan.
5) Tidak adanya orang yang bermakna bagi klien atau teman sebaya.
6) Panik.
7) Kurangnya rasa percaya kepada orang lain.
b. Karakteristik
Menurut Budi Anna Keliat (1999, hal : 32), tanda-tanda dan gejala menarik diri adalah :
1) Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul.
2) Menghindar dari orang lain.
3) Komunikasi kurang.
4) Klien lebih sering menunduk.
5) Berdiam diri di kamar.
6) Tidak melakukan kegiatan sehari-hari.

c. Patofisiologi
Menurut Lynda Juall Carpenito (1998, hal : 917) bahwa proses terjadinya menarik diri sebagai berikut :
1) Berhubungan dengan keadaan yang memalukan, keterbatasan energi terhadap kehilangan fungsi tubuh, penyakit terminal, kehilangan sebagian tubuh.
2) Berhubungan dengan hambatan komunikasi terhadap kehilangan pendengaran, retardasi mental, kesulitan bicara, defisit penglihatan dan penyakit mental kronis.
3) Situasional yang berhubungan dengan pengasingan dari orang lain terhadap tidak percaya atau curiga, ansietas tinggi, halusinasi dan ketergantungan.
4) Berhubungan dengan hambatan budaya atau bahasa.
5) Berhubungan dengan perubahan pola hubungan sosial terhadap perceraian, kematian dan kehilangan pekerjaan.
(Menurut Arsyad Subu, dikutip dari Asuhan Keperawatan Klien dengan MD).
d. Proses
1) Proses terjadinya kerusakan interaksi sosial menarik diri pada mulanya klien merasa bodoh, lambat, berbeda dan terbelakang yang menyebabkan klien sulit bersosialisasi, dan akhirnya menarik diri

2) Pada awalnya klien merasa dirinya tidak berharga lagi sehingga merasa tidak aman dalam berhubungan dengan orang lain (Arsyad Subu) dikutip dari Asuhan Keperawatan Klien dengan Menarik Diri.
4. Pohon Masalah
Menurut Budi Anna Keliat (1998 : 18) bahwa pohon masalah yang didapat pada asuhan keperawatan pada klien menarik diri adalah

Efek Resiko perubahan persepsi sensori
Halusinasi pendengaran

Core problem Kerusakan interaksi social : Kurang motivasi
Menarik diri

Etiologi Gangguan konsep diri :
Harga diri rendah


Penjelasan :
Kerusakan interaksi sosial : menarik diri terjadi karena klien mengalami harga diri rendah kronis. Hal ini disebabkan koping keluarga yang tidak efektif sehingga ketegangan peran dalam keluarga. Karena klien sering menyendiri sehingga dapat menyebabkan terjadinya perubahan sensori perseptual dalam hal ini pendengaran sehingga dapat mengakibatkan resiko tinggi kekerasan, kerusakan interaksi sosial juga menyebabkan terjadinya intoleransi aktivitas sehingga mengakibatkan defisit perawatan diri.
Diagnosa keperawatan yang dapat muncul berdasarkan pohon masalah diatas dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran berhubungan dengan menarik diri.
2. Kerusakan interaksi sosial menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan Kurang motivasi

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
Proses keperawatan pada klien dengan masalah kesehatan jiwa merupakan tantangan yang unik karena masalah kesehatan jiwa abstrak (tak dapat dilihat langsung seperti masalah kesehatan, memperlihatkan gejala yang berbeda muncul atau berbagai penyebab (Keliat, 1991 hal. 23).
Klien dengan menarik diri sukar mengontrol diri dan sukar berhubungan dengan orang lain. Perawat harus mempunyai kesadaran diri agar dapat mengenal dan mengevaluasi perasaan sendiri sehingga dapat memakai dirinya secara terapeutik dalam merawat klien.
Proses keperawatan klien menarik diri haruslah sistematis mulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi. Asuhan keperawatan yang dirumuskan direktorat kesehatan jiwa tahun 2000 adalah sebagai berikut:
1. Pengkajian
Tahap pengkajian terdiri dari pengumpulan data, perumusan masalah klien, data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa dapat merupakan faktor predisposisi, faktor presipitasi, kemampuan koping yang dimiliki klien.
a. Faktor predisposisi
Menurut Stuart dan Sundeen, (1995), dikutip Keliat hal : 3
Beberapa faktor pendukung terjadinya gangguan dalam perkembangan sosial adalah :
1) Faktor tumbuh kembang
Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas – tugas perkembangan yang harus dipenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial. Tugas masing-masing tahap tumbuh kembang ini memiliki karakteristik tersendiri.
Pengamatan sosial individu pada masing-masing meninggalkan sejumlah bekas beberapa sikap, sifat, nilai yang khas (Freud dalam Koesworo, 1991).
a) Bayi
Tugas perkembangan pokok dari bayi adalah membentuk sikap ketergantungan dan kepercayaan kepada orang lain (Freud, 1991). Kegagalan pemenuhan kebutuhan bayi melalui ketergantungan kepada orang lain akan mengakibatkan rasa tidak percaya pada diri sendiri dan orang lain serta menarik diri (Harbert, dkk, 1987).
b) Pra Sekolah
Anak pra sekolah mulai memperluas hubungan sosialnya di luar lingkungan keluarga khususnya ibu. Dalam hal ini anak memerlukan dukungan dan bantuan dari keluarga khususnya pemberian pengakuan yang positif terhadap perilaku anak yang adaptif.
Hal ini merupakan dasar rasa optimis anak yang berguna untuk mengembangkan kemampuan hubungan saling ketergantungan. Kegagalan anak dalam hubungan dengan lingkungan respon keluarga yang negatif akan mengakibatkan anak tidak mampu mengontrol diri, tidak mandiri (tergantung, ragu-ragu, menarik diri dalam lingkungan, kurang percaya diri, pesimis, takut salah (Harbert, dkk, 1981).
c) Anak Sekolah
Pada dewasa ini anak mengenal kerjasama, kompetensi, kompromi, teman dan orang dewasa diluar keluarga (guru dan teman) menempatkan sumber pendukung yang penting bagi anak.
Kegagalan dalam membina hubungan teman, kurangnya dukungan dari guru dan pembatasan dari orang tua mengakibatkan anak frustasi terhadap kemampuannya, putus asa, merasa tidak mampu menarik diri dari lingkungan (Harbert, dkk, 1987).
d) Remaja
Pada usia ini merupakan bagian penting dari perkembangan yang membantu semoga menemukan identitasnya sendiri.
Telah dapat menyesuaikan diri, berintegrasi serta menikmati sebuah sosial dalam kelompok sebayanya. Saat-saat orang dimana menunjukkan permusuhan dan pemberontakan yang mungkin akan diikuti saat-saat ketergantungan dimana seseorang mencari lagi penghiburan, rasa aman serta pengertian dan nasehat orang tua (A.Mognie, Psikologi dalam Perawatan, 1996). Kegagalan dalam membina hubungan dengan teman dan kurangnya dukungan orang tua akan mengakibatkan keraguan akan identitas dan rasa percaya diri yang kurang.
e) Dewasa muda
Pada masa ini individu memperhatikan hubungan saling ketergantungan dengan orang tua dan sebaya, individu belajar mengambil keputusan dengan cara memperhatikan saran dan pendapat orang lain. Seperti memilih pekerjaan dan melangsungkan perkawinan.
Kegagalan individu dalam melanjutkan sekolah, pekerjaan, akan mengakibatkan individu akan menghindari hubungan intim, menjauhi orang lain, putus asa akan karier.
f) Dewasa tengah
Peran menjadi orang tua mempunyai hubungan antara orang lain merupakan sesuatu tempat untuk menguji kemampuan saling ketergantungan, memperoleh perhatian, menggantungkan minat aktivitas pada kehidupan. Kegagalan dengan membina hubungan dengan orang dewasa kini akan mengakibatkan diri (perhatian hanya tertuju pada diri sendiri) produktivitas dan kreativitas berkurang, pemahaman terhadap orang lain kurang (Frend, 1998).

g) Dewasa lanjut
Pada masa ini individu akan mengalami kehilangan fungsi, kegiatan, pekerjaan, teman hidup, individu tetap meneruskan bimbingan yang sering memberi masukan dengan orang lain. Individu yang mempunyai perkembangan yang baik dan menerima kehilangan dan mengaku bahwa dukungan orang lain membantu.
Kegagalan individu pada tahap ini akan mengakibatkan perilaku menarik diri.
2) Faktor dalam komunikasi keluarga
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan menjadi faktor pendukung untuk terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Hubungan komunikasi yang tidak jelas, dimana seorang anggota keluarga menerima pesan yang saling bertentangan dalam waktu bersamaan, ekspresi, emosi yang tinggi dalam keluarga yang menghambat untuk perkembangan dengan lingkungan di luar keluarga.
3) Faktor sosial budaya
Menjauhkan diri dari lingkungan sosial merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial.
Hal ini disebabkan oleh norma-norma yang salah yang dianut oleh keluarga dimana setiap anggota keluarga yang tidak produktif seperti usia lanjut. Penyakit kronis dan penyandang cacat diasingkan dari lingkungan sosialnya.
4) Faktor biologis
Organ tubuh yang jelas dapat mempengaruhi terjadinya gangguan hubungan sosial adalah otak, pada klien dengan schizofrenia yang mengalami masalah dalam hubungan sosial terdapat struktur yang abnormal pada otak seperti atropi otak, perubahan ukuran dan bentuk sel-sel dalam limbik dan daerah kortikal.
Adanya kelainan-kelainan kronis seperti kelainan mental organik atau retardasi mental, dianggap membatasi kapasitas adaptif seseorang secara umum (Dewitt, 1984).
b. Faktor prespitasi atau pencetus
1) Faktor eksternal
Contohnya adalah stressor sosial budaya yakni stress yang ditimbulkan oleh faktor sosial budaya yang antara lain adalah keluarga.
2) Faktor internal
Contohnya adalah stressor psikologis yakni stress terjadi akibat ansietas yang berkepanjangan dan terjadi bersamaan dengan keterbatasan kemampuan individu untuk mengatasinya. Ansietas ini dapat terjadi akibat tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat atau tidak terpenuhinya kebutuhan individu sebagaimana yang dikemukakan oleh Direktorat Pelayanan Medik (2000, hal : 100).
c. Perilaku
Menurut Direktorat Pelayanan Keperawatan (1996 : 47), perilaku yang ditampakkan klien menarik diri adalah :
1) Ekspresi wajah kurang berseri.
2) Apatis.
3) Kurang spontan.
4) Kurang komunikasi verbal.
5) Mengisolasi diri.
6) Rendah diri.
7) Aktivitas menurun.
8) Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya.
9) Retensi urine dan faeces.
10) Banyak tidur siang.
11) Kurang bergairah.
d. Mekanisme koping
Menurut W. F Maramis (1998 : 83), mekanisme pertahanan diri yang sering digunakan pada klien menarik diri yaitu :
1) Regresi adalah mundur ke tingkat perkembangan yang lebih rendah dengan respons yang kurang matang dan biasanya dengan aspirasi yang kurang.
2) Represi adalah menekan perasaan pengalaman yang menyakitkan atau konflik dan cenderung memperkuat mekanisme ego lainnya.
3) Isolasi adalah memutuskan pelepasan afektif karena keadaan yang menyakitkan atau memisahkan sikap-sikap yang bertentangan.
4) Proyeksi adalah pengalihan buah pikiran atau impuls kepada orang lain terutama keinginan, perasaan yang tidak dapat ditoleransi.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah : identifikasi atau penilaian terhadap pola respon klien baik aktual maupun potensial (Stuart dan Sundeen, 1995 dikutip oleh Keliat, dkk, 1998) diagnosa keperawatan yang mungkin untuk masalah gangguan interaksi sosial adalah :
a. Risiko perubahan persepsi : halusinasi pendengaran berhubungan dengan menarik diri.
b. Kerusakan interaksi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
c. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kurangnya motivasi.
3. Rencana Tindakan Keperawatan
a. Risiko perubahan persepsi sensori : halusinasi pendengaran berhubungan dengan menarik diri.
1) Tujuan umum :
Klien dapat berhubungan dengan orang lain sehingga halusinasi dapat dicegah.
2) Tujuan khusus :
a) Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat dan dapat menerima kehadiran perawat setelah satu kali pertemuan.
Intervensi :
(1) Bina hubungan saling percaya
Rasional : Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi yang terapeutik antara perawat dan klien.
(2) Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya atau masalahnya secara verbal.
Rasional : Ungkapan masalah klien secara verbal menunjukkan hubungan saling percaya antara perawat klien telah terbina.
b) Klien dapat mengenal perasaan yang menyebabkan menarik diri.
Intervensi :
(1) Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri.
Rasional : Mengetahui sejauhmana pengetahuan klien tentang menarik diri sehingga perawat dapat merencanakan tindakan selanjutnya.
(2) Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab menarik dirinya.
Rasional : Mengetahui alasan menarik diri.
(3) Diskusikan dengan klien tentang perilaku menarik dirinya.
Rasional : Meningkatkan pengetahuan klien dan mencari pemecahan bersama tentang masalah klien.
(4) Beri pujian positif terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya.
Rasional : Meningkatkan harga diri klien sehingga berani bergaul dengan lingkungannya.
c) Klien dapat mengetahui keuntungan berhubungan dengan orang lain.

Intervensi :
(1) Diskusikan tentang manfaat berhubungan dengan orang lain.
Rasional : Meningkatkan pengetahuan klien dan mencari pemecahan bersama tentang masalah lingkungannya.
(2) Dorong klien untuk menyebutkan kembali manfaat berhubungan dengan orang lain.
Rasional : Mengetahui pemahaman klien terhadap informasi yang telah diberikan.
(3) Beri pujian terhadap kemampuan klien menyebutkan manfaat berhubungan dengan orang lain.
Rasional : Reinforcement positif dapat meningkatkan harga dirinya.
b. Kerusakan interaksi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
1) Tujuan umum :
Klien mampu berhubungan dengan orang lain tanpa merasa rendah diri.
2) Tujuan khusus :
a) Klien dapat memperluas kesadaran dirinya.
Intervensi :
(1) Diskusikan dengan klien kelebihan yang dimilikinya.
Rasional : Mengidentifikasi hal-hal yang positif yang masih dimiliki klien.
(2) Diskusikan kelemahan yang dimiliki klien.
Rasional : Mengingatkan klien bahwa manusia biasa, punya kekurangan.
(3) Beritahukan klien bahwa manusia tidak ada yang sempurna, semua memiliki kelebihan dan kekurangan dan selalu ada hikmah dibalik semuanya.
Rasional : Memberikan harapan pada klien agar klien tidak putus asa.
b) Klien dapat menyelidiki dirinya
Intervensi :
(1) Diskusikan dengan klien ideal dirinya, apa harapannya selama di RSJ, rencana klien bila pulang dan cita-cita yang ingin dicapai.
Rasional : Mengetahui sejauhmana realitas dari harapan klien.
(2) Beri reinfocement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai.
Rasional : Penghargaan terhadap perilaku yang positif meningkatkan harga diri klien.
c) Klien dapat mengevaluasi dirinya
Intervensi :
(1) Bantu klien mengidentifikasikan kegiatan atau keinginan yang berhasil dicapainya.
Rasional : Mengingatkan klien bahwa ia tidak selalu gagal.
(2) Kaji bagaimana perasaan klien terhadap keberhasilan tersebut.
Rasional : Memberi kesempatan klien untuk menilai dirinya.
(3) Bicarakan kegagalan yang pernah dialami dan sebab-sebab kegagalan serta bagaimana cara klien mengatasinya.
Rasional : Sejauhmana kegagalan tersebut mempengaruhi klien dan koping yang digunakan klien selama ini.
(4) Jelaskan pada klien bahwa kegagalan yang pernah dialami dapat menjadi pelajaran untuk mengatasi kesulitan yang mungkin terjadi di masa yang akan datang.
Rasional : Memberi support ke klien bahwa kegagalan bukan merupakan akhir dari suatu usaha.
d) Klien dapat membuat rencana yang realistis
Intervensi :
(1) Bantu klien merumuskan tujuan yang ingin dicapainya.
Rasional : Klien tetap realistis dengan kemampuan yang dimiliki.
(2) Diskusikan dengan klien tujuan yang ingin dicapai dengan kemampuan klien.
Rasional : Mempertahankan klien untuk tetap realistis.
(3) Beri kesempatan klien untuk melakukan kegiatan yang telah dipilih.
Rasional : Menghargai keputusan klien.
(4) Ikutsertakan klien dalam kegiatan rutin di ruangan.
Rasional : Memberikan kesempatan dalam mengembang-kan kemampuan klien di ruangan.
e) Klien dapat dukungan keluarga yang meningkatkan harga dirinya.
Intervensi :
(1) Diskusikan dengan keluarga tanda-tanda HDR.
Rasional : Mengantisipasi masalah yang timbul.
(2) Anjurkan setiap anggota keluarga untuk mengenal dan memahami, menghargai kemampuan tiap anggotanya.
Rasional : Menyiapkan support sistem yang adekuat.
(3) Diskusikan dengan keluarga cara berespon terhadap klien dengan harga diri rendah seperti : menghargai klien, tidak mengejek dan tidak menjauhi klien.
Rasional : Meningkatkan kemampuan keluarga dalam merawat klien dengan harga diri rendah.
(4) Anjurkan keluarga untuk menerima klien apa adanya dan melibatkan klien dalam setiap pertemuan keluarga.
Rasional : Membantu meningkatkan harga diri klien.
(5) Dorong klien untuk menyebutkan cara berhubungan dengan orang lain.
Rasional : Mengetahui tingkat pemahaman klien terhadap informasi yang telah diberikan.
(6) Dorong dan bantu klien dalam berhubungan dengan orang lain antara lain :
(a) Klien – perawat
(b) Klien – perawat – perawat lain
(c) Klien perawat – perawat lain – klien lain
(d) Klien – kelompok kecil (TAK)
(e) Klien – keluarga
Rasional : Latihan secara bertahap dalam berhubungan dengan orang lain membantu klien dalam mengatasi rasa malu/minder.
(7) Libatkan klien dalam kegiatan rutin di ruangan.
Rasional : Membantu klien dalam mempertahankan hubungan interpersonal.
(8) Reinforcement positif atas keberhasilan yang telah dicapai.
Rasional : Meningkatkan harga diri klien.
f) Klien mendapatkan dukungan keluarga dalam berhubungan dengan orang lain.
Intervensi :
(1) Dorong klien mengungkapkan perasaannya tentang keluarga.
Rasional : Mengetahui sejauh mana hubungan interpersonal klien dengan keluarga.
(2) Diskusikan tentang manfaat berhubungan dengan anggota keluarga.
Rasional : Mengidentifikasi hambatan yang dirasakan oleh klien.
(3) Dorong klien untuk mengikuti kegiatan bersama keluarga seperti makan, ibadah, rekreasi.
Rasional : Membantu klien meningkatkan hubungan interpersonal dengan keluarga.

(1) Beri pujian positif jika klien selalu melakukan kebersihan diri.
Rasional : Reinforcement positif akan memberi motivasi dan meningkatkan harga diri klien.
c. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kurang motivasi.
1) Tujuan umum :
Klien dapat memperlihatkan perasaan-perasaan dan nilai diri yang meningkat.
2) Tujuan khusus :
a) Klien dapat mengekspresikan dirinya terhadap konsep kehilangan dalam waktu 2 hari.
Intervensi :
(1) Perlihatkan sikap menerima dan membolehkan klien untuk mengekspresikan perasaannya secara terbuka.
Rasional : Meningkatkan hubungan saling percaya klien kepada perawat.
(2) Bersama klien mendikskusikan hubungannya dengan orang/objek yang hilang.
Rasional : Membantu klien mengurangi/menghilangkan faktor penghambat tersebut.
b) Klien dapat mengidentifikasi faktor proses berduka dan mampu menyatakan secara verbal perasaannya.
Intervensi :
(1) Bantu klien menggali pola hubungan klien dengan orang/objek yang berarti.
Rasional : Tindakan yang biasa dilakukan klien merupakan dasar dalam mengurangi proses berduka.
(2) Identifikasi dan nilai cara yang efektif dan tidak efektif mengatasi perasaan berduka di masa lalu.
Rasional : Menolong klien untuk mengurangi beberapa rasa bersalah terhadap respon-respon yang berasal dari dirinya.
(3) Perkuat dukungan serta kekuatan yang dimiliki klien dan keluarga.
Rasional : Penguatan posisi meningkatkan harga diri dan mendorong pengulangan perilaku yang diharapkan.
c) Identifikasi dan hargai sosial budaya, agama serta kepercayaan yang dianut oleh klien.
Intervensi :
(1) Dorong klien untuk menjangkau dukungan spiritual selama waktu ini dalam bentuk apapun yang diinginkannya.
Rasional : Dengan dukungan spiritual diharapkan klien tidak terlalu berduka.
(2) Bantu klien untuk ikut berpartisipasi dalam aktivitas motorik.
Rasional : Latihan fisik seperti menyapu, mandi, membersihkan ruangan, merapikan tempat tidur merupakan suatu metode yang aman dan efektif untuk mengeluarkan kesedihan, kemarahan yang terpendam.
(3) Bantu klien untuk mengerti perasaan seperti rasa bersalah, marah terhadap konsep kehilangan adalah perasaan yang wajar dan dapat diterima selama proses berduka.
Rasional : Dapat menolong mengurangi beberapa perasaan bersalah yang menyebabkan timbulnya respon ini.
4. Implementasi
Setelah rencana disusun, maka langkah selanjutnya adalah penerapan tindakan keperawatan. Namun sebelum melaksanakan tindakan yang sudah direncanakan, perawat dapat memvalidasi dengan singkat apakah rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan klien sesuai dengan kondisinya saat ini (here and now) sebagaimana dikemukakan oleh Budi Anna Keliat (1985 : 15).
5. Evaluasi
Menurut Budi Anna Keliat (1998 : 15), evaluasi merupakan proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus-menerus pada respon klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP, sebgai pola pikir.
S : Respons subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
O : Respon objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
A : Analisa ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masalah masih tetap atau muncul masalah baru atau ada data yang kontradiksi dengan masalah yang ada.
P : Perencanaan atau tindak lanjut hasil analisa pada respons klien.
Sesuai dengan rencana tujuan yang telah dirumuskan dan berpedoman pada tujuan khusus dan kriteria evaluasi, maka hal-hal yang akan dicapai pada proses keperawatan klien dengan kerusakan interaksi sosial ; menarik diri adalah sebagai berikut :
a. Risiko perubahan persepsi : halusinasi pendengaran berhubungan dengan menarik diri.
Kriteria evaluasi yang ingin dicapai antara lain :
1) Klien dapat menerima kehadiran perawat.
2) Klien dapat mengenal perasaan yang menyebabkan menarik diri.
3) Klien dapat mengetahui kuntungan berhubungan dengan orang lain.
4) Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara bertahap.
5) Klien mendapatkan dukungan keluarga.
b. Kerusakan interaksi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
Kriteria evaluasi yang ingin dicapai antara lain :
1) Klien dapat memperluas kesadaran dirinya.
2) Klien dapat mengevaluasi dirinya.
3) Klien dapat membuat rencana yang realistis.
4) Klien dapat dukungan keluarga dalam meningkatkan harga dirinya.
c. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kurang motivasi.
Kriteria evaluasi yang ingin dicapai antara lain :

1) Klien tidak terlalu lama mengekspresikan emosi dan perilaku yang berhubungan dengan disfungsional.
2) Klien mampu menyatakan secara verbal tahap proses berduka yang normal dalam tiap tahap.
3) Klien dapat mengidentifikasi faktor yang menghambat proses berduka.